Bopelnews –Rendang Jadi Warisan Budaya
Kementerian Kebudayaan bakal mengusulkan rendang menjadi warisan dunia United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada 2025.
Hal tersebut di sampaikan oleh Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Undri.
Rendang merupakan kuliner berbahan daging khas Minang, Sumbar yang mudah di temui di berbagai restoran nusantara dan rumah makan Padang.
“Kita sedang menyiapkan rendang sebagai warisan dunia kepada UNESCO,”
Persiapan yang dilakukan
Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar saat ini sedang menyiapkan bahan atau materi yang di perlukan sebelum di ajukan kembali ke Kementerian Kebudayaan.
Apabila di nyatakan lengkap, Kementerian Koordinator bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan akan melakukan proses telaah sebelum di ajukan ke UNESCO.
Ia menambahkan, Pemprov Sumbar sebenarnya telah mengusulkan sejumlah berkas untuk proses pengajuan ini pada 2023.
“Sebetulnya 2023 sudah di usulkan, namun beberapa bahannya terutama naskah tentang sejarah rendang masih perlu di lengkapi untuk disempurnakan,” ucap Undri.
Selain naskah sejarah, Pemprov Sumbar juga sedang mendata berbagai komunitas di Ranah Minang yang fokus pada pelestarian rendang.
Asal-usul rendang
Masyarakat Minangkabau lebih sering menyebut rendang dengan kata “randang”.
Kata “randang” sendiri berasal dari kata “marandang” yang berarti memasak santan sampai kering.
Hal ini merujuk pada rendang yang perlu dimasak dalam waktu lama hingga kuah bumbunya mengering karena meresap ke dalam daging.
Kendati demikian, ada beberapa versi sejarah dan asal-usul rendang.
Sementara, versi kedua di kemukakan oleh sejarawan Nurmatias yang berasumsi bahwa rendang telah menjadi bagian dari penyebaran agama Islam di Sumatera Barat oleh Syekh Burhanuddin pada abad ke-17
Menurutnya, kemungkinan ada makanan seperti rendang yang terbuat dari daging non-halal sebelum masuknya Islam. .
Rendang Jadi Warisan Budaya
Anggapan lainnya disampaikan oleh Gusti Anan yang mengacu dari laporan Residen Padang HJJL Ridder de Stuers pada 1827.
Dari laporan tersebut, Stuers menulis perbekalannya berbentuk daging hitam kering yang di bawa pedagang dari Minangkabau ke Singapura dan Malaysia melalui Sungai Batang-Kwantang dan Sungai Indragiri.
Sementara, Fadly Rahman dalam artikel ilmiahnya berjudul Tracing the origins of rendang and its development
yang terbit di Journal of Ethnic Foods menuliskan, catatan paling awal mengenai rendang adalah naskah dari abad ke-16 yang bertajuk Hikayat Amir Hamzah yang di tulis pada masa penyebaran Islam di Melayu.
Naskah itu merupakan adaptasi karya sastra klasik Persia yang dikompilasi ke dalam bahasa Melayu untuk