Bopelnews – Mengenal Makanan tradisional yang dikenal dengan nama horog-horog ini berkembang menjadi makanan khas Jepara
Syahdan, suatu masa di zaman penjajahan Jepang, masyarakat Jepara dan sekitarnya kesulitan untuk mendapatkan bahan pangan pokok berupa nasi.
Beratnya situasi dan kondisi itu justru membuat masyarakat mampu membuat makanan pengganti nasi dengan bahan baku dari batang pohon aren yang melimpah di kawasan itu.
Dari batang pohon aren itulah dihasilkan tepung yang diolah menjadi bahan baku makanan pokok yang juga mengandung karbohidrat seperti nasi. Proses pembuatannya memakan waktu sehari penuh untuk siap dikonsumsi.
Tepung sagu dari batang pohon aren itu perlu direndam sehari penuh, selanjutnya dikeringkan dengan ditimpa abu untuk melepas kandungan air.
Kemudian tepung yang sudah memadat dikeruk dan selanjutnya digoreng kering. Usai digoreng dilakukan pengukusan dan perendaman hingga akhirnya tepung dikukus kembali untuk siap dikonsumsi.
Setelah sekian lama, makanan tradisional yang dikenal dengan nama horog-horog ini berkembang menjadi makanan khas Jepara. Sentra horog-horog di Kabupaten Jepara salah satunya berada di Desa Menganti, Kecamatan Kedung.
Di desa itu banyak produsen horog-horog rumahan yang telah berjalan secara turun-temurun. Salah satunya Mustairoh, pemilik usaha horog-horog termuda di desa tersebut. Dirinya meneruskan usaha itu dari ibu kandungnya. “Saya menjadi pembuat horog-horog yang paling muda di sini. Meneruskan usaha ibu,” katanya.
Mustairoh mengatakan usaha keluarga horog-horog ini sudah berjalan dua generasi. Dia belajar membuat horog-horog untuk melanjutkan bisnis keluarga yang telah menjadi warisan turun-temurun itu.
Desa Menganti Produsen Horog-Horog Rumahan Yang Telah Berjalan Secara Turun-Temurun
“Dulu saya tidak pernah tahu cara pembuatannya, tetapi lambat laun sepeninggal ibu akhirnya mampu membuat horog-horog,” kata dia.
Untuk membuat makanan khas Jepara ini, Mustairoh mempekerjakan tiga orang karyawan. “Proses pembuatan horog-horog itu tak mudah, prosesnya sangat panjang dan memang butuh kesabaran.
Horog-horog itu wasis, pada saat pembuatan apabila tangan berbau wangi horog-horognya tidak bakal jadi atau cepat basi,” kata Mustairoh.
Bahan baku horog-horog yaitu tepung sagu dari pohon aren. Para pembuat horog-horog memperoleh tepung tersebut dari para penjual di wilayah Tanjung, Pakisaji maupun dari Jawa Barat.
Mustairoh mengungkapkan, kualitas tepung sagu juga mempengaruhi hasil horog-horog. “Apabila tepung sagu dihasilkan dari pohon aren yang masih muda hasilnya juga tidak bagus,” ujarnya. Dalam sehari, dirinya membutuhkan satu kwintal tepung sagu untuk membuat horog-horog.
Aktivitas pembuatan makanan pengganti nasi ini dimulai sejak pagi hari etika bahan baku direndam dalam air. “Memang butuh kesabaran dalam proses pembuatannya, kira-kira seharian proses pembuatannya,” tuturnya.
Horog-horog yang sudah jadi diambil oleh para distributor dan selanjutnya dijual di pasar-pasar sekitar daerah Jepara. Harga horog-horog per buah ukuran besar dijual Rp30 ribu.
Horog-horog ini karena rasanya seperti nasi, disantap dengan makanan lain seperti bakso, pecel, sate kikil (kulit), dan lain sebagainya. Bahkan ada juga yang menyajikan horog-horog dalam bentuk berbagai minuman.
Mustairoh mengatakan, penjualan dan proses produksi meningkat saat akhir pekan dan waktu banyak orang menggelar hajatan.
Yang paling terkenal yaitu pecel horog-horog yang paling mudah didapatkan di sentra kuliner Pasar Sore Karang Randu (PSK) dan juga pasar pagi Desa Semat.
Pecel khas Jepara itu biasanya disantap dengan beberapa makanan pelengkap lain seperti gorengan maupun sate-satean, misalnya sate keong, sate jeroan, dan sate kikil.
PSK tidak hanya menjual horog-horog pecel saja, tetapi banyak makanan tradisional yang lain seperti gethuk, bubur, cenil, gobet, dan lain sebagainya. Jadi penasaran untuk mencoba horog-horog khas Jepara bukan?