ligasatuindonesia – Muhammad Alfharezzi Buffon, Tembok Timnas Indonesia di Masa Depan yang ‘Terpaksa’ Jatuh Cinta pada Sepak Bola
Inilah salah satu pemain muda masa depan timnas Indonesia. Ia menjadi sosok penting di balik kesuksesan tim U-19 Indonesia saat menjuarai Piala AFC U-19 2024 pada Juli lalu dan berperan besar dalam lolosnya Garuda Muda ke Piala AFC U-20 2025.
Tak ayal, anak ajaib tersebut adalah Mohamed Al-Faharizi Buffon atau yang biasa dipanggil Ezzi.
Jika ditilik ke belakang, perjalanan karier pria kelahiran 28 April 2006 ini terbilang unik dan luar biasa. Soalnya, masuknya dia ke dunia sepak bola terjadi secara tidak terduga.
Baru-baru ini, di channel YouTube PODSEA SEA Today milik Valentino Simanjuntak, Buffon berbicara panjang lebar, termasuk soal nama belakangnya yang mengingatkan banyak orang pada legenda Juventus yang juga salah satu kiper terbaik Italia, Gianluigi Buffon.
“Ya, ayah saya sangat menyukai Buffon ketika Italia menjuarai Piala Dunia 2006,” kata Buffon mengungkap kebenaran di balik nama belakangnya.
Karena asma
Bagaimana awal mula kisah masuknya dirinya ke dunia sepak bola yang mengangkat namanya hingga melambung tinggi? Ternyata penyebabnya adalah penyakit asma yang dideritanya.
“Sebelum ikut Om Firman Utena, saya sama Pak Subajja Soyhan. Jadi waktu masih SD masih seperti ikut SSB sekedar untuk menghilangkan penyakit asma saya. Ini dari bapak saya,” ungkapnya.
“Awalnya saya menuruti saran dokter. Saya harus beraktivitas di luar ruangan untuk menghilangkan asma saya. Maka saya mencoba mengikuti pelatihan SBB di Mesa. Alhamdulillah Pak Sobagja ikut pramuka. Saya duduk di bangku kelas enam SD dan pas masuk SMP waktu itu aku main, kalian mungkin lihat mereka bilang mau dikasih beasiswa, yang ngurus tiga tahun, sekolah, semuanya termasuk makan, pokoknya “berani berangkat” sana” tambahnya.
Sobagja Soihan yang dimaksud Buffon adalah Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Pelajar Indonesia (Blisby) yang dalam beberapa tahun terakhir banyak melahirkan pemain muda berbakat, termasuk Ece Mevlana Vikri.
“Jadi saya menghabiskan tiga tahun bersama mereka di Cirebon-Pena Centra Academy. Setelah itu, saya masuk sekolah menengah selama tiga tahun dan berlatih bersama tim, dan saya tidak melanjutkan setelah sekolah menengah. Saya hanya ingin dekat dengan mereka orang tuaku,” katanya.
Berkat kata-kata Utena
Subagya Suihan kemudian menyarankan agar Buffon melanjutkan ilmu sepak bolanya di bawah bimbingan legenda timnas Indonesia, Firman Utena. Kemudian perkenalannya dengan Firman Utina membawa berkah tersendiri.
“Pak Subagya bilang boleh saja, tapi pilih saja Pak Firman Utena karena masih satu organisasi. Tak lama kemudian Pak Firman Utena diangkat menjadi direktur teknik Borneo Football Club untuk pemain muda Tim Borneo U – Katanya: “16 kali uji coba, alhamdulillah saya lolos.”
Dari sinilah karir Buffon terus mengalir menjauh. Bayangan kesuksesan mulai menjadi nyata.
“Awalnya saya main di EPA. Saya masuk Kalimantan kalau tidak salah awal tahun 2018. Home basenya di Tangerang. Jadi kami bolak-balik sambil mengikuti Om Firman Utena. Akhirnya saya masuk Kalimantan, setelah beberapa saat. sambil menunggu.” Saat saya mencoba bermain untuk tim utama, alhamdulillah awalnya pelatihnya bukan Peter Hoestra, tapi Andre Gaspar.”
dominan di belakang
Buffon pun mendapat kesempatan tampil di liga pertama. Ia masuk dalam daftar tiga pemain termuda yang pernah tampil di kasta tertinggi Indonesia.
Pada musim 2022/2023, ia tampil sebanyak satu kali. Saat itu usianya masih 16 tahun 8 bulan. Musim berikutnya, bek jagoan itu mencatatkan tujuh penampilan, termasuk saat mencetak gol ke gawang Madura United pada laga seri Kejuaraan BRI Liga 1 musim 2023/2024.
Alhamdulillah, saya tidak menyangka bisa sampai ke sana karena tidak menyangka mendapat kesempatan di usia yang begitu muda. Saya bangga sekali, kata Buffon.
“Iya, dari kecil saya bermain sebagai bek tengah. Pelatih bilang begitu. Jadi ketika saya masih di tim muda Kalimantan, saya masih gelandang naik, mungkin karena kompetisi dan ada pemain senior.” Selain itu, agar saya bisa terbang berjam-jam sebelumnya “Saya dipindahkan ke depan untuk menjadi gelandang bertahan. Mungkin kurang maksimal, coba pindahkan ke kanan. Ya, karena Anda mungkin bisa melihatnya. Kadang ke tengah, kadang ke kanan,” pungkas Buffon
Muhammad Alfharezzi Buffon, Tembok Timnas Indonesia di Masa Depan yang ‘Terpaksa’ Jatuh Cinta pada Sepak Bola