Bopelnews – Tradisi Perayaan Imlek dan Akulturasi Kuliner Cina Peranakan di Nusantara
Cap Go Meh secara harfiah adalah perayaan malam ke-15 dalam rangkaian Tahun Baru Imlek (Sincia). Istilah ini berasal dari dialek Hokkian, yang berarti “malam ke-15,” dan lebih dikenal di Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Di Cina, Cap Go Meh merupakan puncak perayaan Tahun Baru Imlek, yang dirayakan dengan tradisi sosial dan pesta rakyat, seperti pawai, barongsai, serta lampion yang menghiasi kota. Perayaan Cap Go Meh memiliki simbol khas, yaitu lampion. Lampion telah menjadi bagian dari tradisi sejak Dinasti Han, sehingga perayaan ini juga dikenal sebagai Festival Lampion atau Yuan Xiao Festival.
Di Cina, Cap Go Meh dirayakan bersama keluarga dengan menikmati Yuan Xiao, yang dikenal di Indonesia sebagai ronde.
Yuan Xiao adalah bola-bola beras ketan yang disajikan dengan kuah gula dan rempah. Makanan ini melambangkan persaudaraan, kebersamaan, dan kebahagiaan. Di Nusantara, ronde diadaptasi menjadi lontong Cap Go Meh, simbol akulturasi budaya Cina dengan masyarakat lokal
Tradisi Perayaan Imlek dan Akulturasi Kuliner Cina Peranakan di Nusantara
Dalam bukunya Hari-Hari Raya Tionghoa, Marcus A.S menyebut lontong Cap Go Meh sudah ada lebih dari 250 tahun lalu. Hidangan ini dianggap serupa dengan ketupat dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia
Perayaan Cap Go Meh terasa tak lengkap tanpa lontong Cap Go Meh,” tulisnya. Penelitian oleh Listya Ayu Saraswati dan P. Ayu Indah Wardhani yang berjudul Perjalanan Multikultural dalam Sepiring Ketupat Cap Go Meh mengungkap bahwa adaptasi ini terjadi karena masyarakat Cina Peranakan di Jawa mengadopsi bahan lokal
Ronde, yang putih, kenyal, dan terbuat dari nasi ketan, diubah menjadi lontong atau ketupat berbahan beras. Kuah manis ronde digantikan kuah santan yang asin-gurih seperti dalam opor ayam. Pembuatan ketupat atau lontong diperkirakan mengadopsi pembuatan bakcang (nasi ketan isi daging, jamur, ebi, telur, dan bumbu kacang yang dibungkus daun bambu/kelapa).
Agni Malagina, seorang pemerhati budaya Cina, menjelaskan bahwa lontong Cap Go Meh hanya ditemukan di pesisir Laut Jawa. “Di Bangka Belitung, Singkawang, atau Palembang, tradisi ini tidak ada. Interaksi di sana kurang mendalam dibandingkan Pulau Jawa
Akulturasi dimulai sejak Laksamana Cheng Ho tiba di pesisir Jawa pada masa Dinasti Ming (1368–1644). Imigran Cina banyak berinteraksi dengan masyarakat setempat melalui pernikahan dan berbagi tradisi kuliner. Tradisi lontong lebaran lokal diadopsi, lalu disesuaikan dengan memori kolektif tentang ronde
Menurut Agni, variasi lontong Cap Go Meh terjadi di berbagai wilayah.
Di Jakarta biasanya menggunakan sayur lodeh, sedangkan di Semarang dan Surabaya pakemnya adalah lontong, opor ayam, sambel goreng jeroan, dan kerupuk udang,” jelasnya. Hingga kini, lontong Cap Go Meh tidak hanya menjadi sajian khas, tetapi juga simbol identitas budaya Cina Peranakan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa