Bopelnews – Indonesia Khawatir Negosiasi COP29 Berakhir dengan Rule 16
Berbagai negara menyampaikan kekhawatiran isu target baru dana iklim tak akan jadi kesepakatan, dua hari menjelang berakhirnya COP29 Baku.
“Seperti biasanya apabila terkait dengan komitmen terkait finansial, jalannya negosiasi cenderung lambat dan kompleks. Semua negosiator masih berjuang,” kata Wahyu Marjaka salah satu negosiator Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup kepada Dewi Safitri di arena COP29, Baku
Berbagai negara menyampaikan kekhawatiran isu target baru dana iklim tak akan jadi kesepakatan, dua hari menjelang berakhirnya COP29 Baku.
Delegasi Indonesia yang menjadi anggota kelompok negara G77+Cina menyatakan situasi perundingan berlangsung panjang dan alot dan nampak tanda akan ada kesepakatan.
“Seperti biasanya apabila terkait dengan komitmen terkait finansial, jalannya negosiasi cenderung lambat dan kompleks. Semua negosiator masih berjuang,” kata Wahyu Marjaka salah satu negosiator Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup kepada Dewi Safitri di arena COP29, Baku
Negosiator berharap agar paling tidak materi negosiasi yang sudah dihasilkan tak dianulir dengan Rule 16 – aturan tertulis COP yang menyatakan bila satu kelompok negara meminta negosiasi dihentikan maka otomatis posisi negosiasi dikembalikan ke titik nol ketika negosiasi belum dilakukan sama sekali.
“Sangat disayangkan apabila chair menerapkan Rule 16 karena berarti seluruh negosiator gagal dalam mencapai kesepakatan dan artinya negosiasi tidak berprogres. Sayang resources yang sudah dialokasikan dan banyak hal lain yg dipertimbangkan,” tambah Wahyu.
Indonesia Khawatir Negosiasi COP29 Berakhir dengan Rule 16
Meski tak disepakati hasilnya, Tim Indonesia berharap hasil negosiasi dapat setidaknya diteruskan (carry-over) dalam perundingan selanjutnya di COP30 Belem, Brazil
Kelompok negara G77+China, Kelompok negara Afrika dan kelompok negara paling kurang berkembang bersama-sama menyampaikan kritik pedas terhadap mitra negosiasi dari keengganan negara kaya dan maju untuk memenuhi komitmen pendanaan.
“Benar-benar sunyi-senyap. Soal besaran angka dan mekanisme anggarannya seperti apa, tidak ada tanggapan,” kata Ketua Delegasi G77+China Adonia Ayebare dari Uganda
Dana ini akan dipakai untuk berbagai komitmen iklim seperti transisi energi negara berkembang dan miskin.
Kesulitan mencapai kesepakatan negosiasi dana sudah diperkirakan sejak awal karena berbagai alasan. Termasuk di antaranya negara maju mempersoalkan beberapa negara kaya yang masih bergabung di blok negara berkembang.
Arab Saudi, Cina dan beberapa negara petrodolar dianggap kaya dan masuk emiter terbesar dunia sehingga harusnya masuk blok negara maju.